“Innalilahi wainnaillahi rojiun..telah meninggal dunia Ibu Sumi…..” suara speaker masjid mengabarkan lelayu dari keluarga Mbah Marijan salah satu tetua kampung beberapa hari lalu. Seluruh kampung cukup terkejut dengan kabar tersebut, bawasannya Yu Sumi masih sangat relatif muda. Kematiannya semakin tragis karena anak dalam kandungannya juga ikut meninggal.
Bokir merinding, “Katanya kayak gitu bisa jadi kuntilanak.” Bokir merapatkan sarungnya.
“Assalamualaikum!” ujar seseorang tak jauh dari mereka.
Pak RT tersenyum, “Besok kalian tolong ikut jaga di rumah Mbah Marijan ya selama ramadhan. Kasian si Mbah jadi sendirian menantunya sudah berangkat merantau.”
Didik dan Bokir cuma bisa cengar-cengir.
Desa Jatiwangi merupakan desa yang diapit oleh gunung dan masih memiliki hutan-hutan kecil. Jika kita bertandang kesana dengan mudah kita akan bertemu dengan burung-burung berbagai jenis dan hewan seperti tupai.
Rumah Mbah Marijan merupakan rumah joglo luas dari kayu jati kokoh. Dibagian dinding kanan-kiri ada jendela-jendela berbentuk segi empat persis di bagian tengah yang dibuat fleksibel dengan potongan bawah dan atas. Jika ingin memfungsikan sebagai jendela tinggal tutup bagian bawah, sebaliknya jika ingin menggunakan sebagai pintu dibuka kedua daunnya.
“Sebelah situ kamarnya Sumi kalau kamu mau tidur disana nggak apa-apa,” ujar Mbah Marijan.
Bokir hanya tersenyum, kamar itu bertepatan disebelahnya.
Bokir ingin tidur. Namun, baru dia akan memenjamkan mata dan matahari baru muncul di timur sana Bokir mendengar suara dari belakang daun pintu di tengah dinding kanan rumah ini yang kini tepat di belakangnya.
“Tok…tok..tok…tuk…tuk…tuk…”
Bokir terbangun. Kemudian suara itu berangsur hilang.
“Tuk…tok…tuk…tok..tok…”
Suara itu terdengar lagi seperti orang mengetuk pintu.
Bokir pun ogah-ogahan segera membuka pintu di dinding Kanan rumah joglo itu.
Dia membuka jendela, namun tidak ada orang.
“Ini pasti anak-anak kentongan pada iseng,” ujarnya dalam kantuk kemudian dia segera kembali ke kursinya.
“Tok…tok…tok…tok….tuk…tuk…tuk…” suara itu kembali muncul.
Bokir kemudian tidak peduli.
“Tokk…toook….tokk… tuk…tuk…tuk..tuk..” suara itu muncul lebih intens.
Bokir sudah membuat bogem dan ingin marah pada anak-anak. Namun, lagi-lagi saat ia membuka jendela ternyata tidak ada orang.
Kemudian dia menengok ke arah samping, kamar Sumi.
“Jangan-jangan ada…ada… ada…. setan !!!!!” Bokir kemudian berlari keluar rumah.
“Setan….setan…setan…..setan sumi!!!” Bokir tunggang langgang ke jalan.
“Ah masak sih? Masak?” suara warga saling bersahutan tak percaya. Kemudian mereka berbondong-bondong ke rumah Mbah Marijan.
“Lho ada apa kumpul-kumpul begini?” Mbah Marijan yang masih mengucek-ucek mata kaget.
“Anu…anu Mbah, kata Bokir ada…ada setan Sumi,” Didik terbata-bata menjelaskan.
“Hush! Puasa mana ada setan!” ujar Pak RT menyahut.
“Dimana?” tanya Mbah Marijan.
“Disitu Mbah. Ada yang ketok-ketok pintu tapi nggak ada orangnya.” Bokir menunjuk sisi kanan.
“Coba kesana, lihat kali aja ada Sumi.” Mbah Marijan kemudian beranjak kesisi kanan rumahnya.
Benar saja terdengar suara serupa ketukan. Semua warga merinding.
“Nah itu Sumi!!!” ujar Mbah Marijan. Kemudian semua warga terperangah melihat seekor burung pelatuk yang mematuk dinding rumah Mbah Marijan.
…………………………………………….
*Ini adalah FF tantangan lanjutan dari FF sebelumnya Ada Setan DI Bulan Puasa
Gambar dipinjam dari sini