“Mereka pergi, dua minggu, satu bulan dan mungkin tidak pernah kembali,” kata salah seorang tutor di camp pada perbincangan kami suatu ketika saat santai.
Kemudian saya jadi berpikir betapa hebatnya mereka yang ada disini. Menerima semua orang dengan terbuka dan mengijinkan mereka pergi sesuai kepentingan mereka. Guru yang mungkin hanya bertemu dengan muridnya dalam hitungan hari dan kemudian mereka pergi lagi begitu berulang – ulang kali. Justru dengan perubahan itulah mereka hidup. Perubahan yang menjadi nadi pertanda mereka hidup, penerimaan perubahan sebagai jaminan yang ditawarkan oleh mereka. Dan, mereka juga menjanjikan perubahan – perubahan kemampuan seseorang.
Padahal dalam teorinya (penetrasi sosial) pada umumnya relatif tidak bisa cepat. Mungkin ada indikator yang membuat terjadi pengelupasan kulit bawang antar personal disini dengan sangat cepat. Mungkin salah satunya karena mereka tahu tidak bertemu dalam relatif lama. Kalau dibilang yang dibicarakan hanya permukaan, setelah dilihat – lihat ada juga yang mendalam. Benar – benar tidak perlu hitungan tahunan untuk membuat kekompakan dan saling mengenal.
Tapi, mungkin karena mereka (tutor) terlalu terbiasa dan memang demikian agenda hidup mereka jadi ya biasa saja. Memulai sesuatu yang baru, berkenalan kembali, membangun komunikasi, dan menjelaskan sesuatu hal yang sudah – sudah kepada orang yang baru. Atau mungkin karena kita sudah dewasa maka lebih mudah melakukan adaptasi dan pemakluman. Tidak seperti dikala masa kanak – kanak saat masuk sekolah pertama kali. Atau, intinya semua orang menjadi belajar membuat kenyamanan sebagai value tertinggi dengan dasar bahwa semua orang yang kesini memiliki tujuan yang sama, yakni belajar. Sehingga semua prasangka, stigma, stereotipe teredam. Kemudian tidak dibutuhkan waktu lama untuk menjadikan satu orang seumpama adek atau kakak perempuannya sendiri.
Early in a relationship, we tend to see physical appearance, similar backgrounds, and mutual agreement as benefits. Disagreement and deviance from the norm are negatives. But as the relationship changes, so does the nature of interaction that friends find rewarding. Deeper friendships thrive on common values and spoken appreciation, and we can even enjoy surface diversity (Griffin, 2011 : 118).
Semakin dewasa seseorang barangkali kemampuan adaptasinya memang meningkat. Karena pembawaan dan lingkungan mengajarkan banyak hal. Tahu bahwa memang semua diciptakan dengan segala kelebihan dan kekurangan. Justru disanalah letak keindahan dari setiap perbedaan.
Kadang mungkin demikian tentang hidup. Semua orang datang satu persatu – satu dan berlalu beralasan atau begitu saja. Entah datang untuk belajar atau mengajarkan. Saat tak pernah tahu seberapa lama batas waktu dapat berjalan, semoga setiap tapaknya memberikan sesuatu kebaikan tanpa memperdebatkan kesempurnaan.
Pare, Kediri
150610, 21.28 P.M
Arfika
Gambar dipinjam dari sini