As Aare As You

Sudah lama aku tidak ke kota itu. Hampir empat tahun lamanya. Terakhir aku kesana masih dalam kekalutan akan banyak teka teki yang tidak tahu apa sebenarnya pertanyaanya. Saat memasuki Swiss rumah-rumah bernuansa eropa menyambutku-berbeda dengan sambutan Jakarta dengan suburban kota Bekasi atau Cikampek. Sejak koper yang kubawa menapaki stasiun rasanya aku sudah gugup luar biasa bahkan keringat dingin terasa di dermis telapak tanganku.

Fasad rumah datar, halaman luas yang cantik, batu bata merah menjadi ciri khas rumah rumah yang aku lihat. Ternyata belum banyak bunga-bunga musim panas yang meriah saat aku sampai di Kawasan Aare. Di sebuah papan pengumuman digital tercetak angka 21 derajat dan suhu air berkisar 5 derajat dibawahnya. Sungai ini masih terlalu dingin untuk berenang. Kedatanganku memang tidak lepas dari kabar salah seorang anak petinggi Indonesia yang tenggelam dan ditemukan beberapa hari yang lalu. Sudah lama rasanya aku menghindari kunjunganku ke Aare atau Bern. “Aku ingin tinggal di Bern, menjadi arsitek disini sepertinya menyenangkan,” ujarmu waktu itu padahal Belanda tentu lebih menarik bukankah disana OMA (Office for Metropolitan Architecture, badan arsitektur Belanda yang berpusat di Rotterdam) berdiri?

Ku akui Bern memang kota yang cantik, Swiss tentunya seperti sebuah negeri dongeng, walaupun kita sering berdebat karena aku tetap lebih menyukai Alsace di Perancis. “Bern berbeda tau, dia memiliki arsitektur yang berbeda dibelah oleh sungai Aare yang indah,” ujarmu pongah memamerkan kota yang bahkan saat itu belum benar-benar kamu tempati. “Dasar anak sungai! Kau pasti hanya ingin berenang disana sepanjang kemarau bukan?” tukasku bersungut. Dengan jahil kedua alismu terangkat dan melirikku sambil tersenyum, smirk.

Aare berwarna turquoise biru kehijauan sejauh jangkauan pandang. Sampai disana aku hanya melihat sungai yang tenang dan tidak berarus kencang. Ketenangan yang bisa menenggelamkan. Ketenangan yang bisa mengecoh siapapun. Ku susuri jalan setapak di bahu sungai yang dihimpit oleh rerumputan hijau dan sulur sulur yang menjuntai dari atas pepohonan. Aku menghela nafas berkali-kali. Aku sudah berjalan sendirian hampir bertahun-tahun, tapi berjalan di Bern sendirian tidak pernah mudah sejak hari itu.

Sebuah jembatan tertidur di tengah Aare tidak terlalu ramai. Entahlah kemana orang-orang, apakah mereka sengaja membuatku berdiri sendirian untuk menikmati setiap jengkalnya. Tanganku kini memegang erat tali penopang jembatan. Aku mulai melihat riak-riak Aare yang terus berlarian di bawah sana. Kamu disana? Wajahmu tersenyum ke arahku seperti musim panas kala aku menolak mentah mentah ikut berenang bersamamu. Padahal kau merajuk dan berjanji akan menjagaku. Aku menggeleng keras, aku takut pada air dan tidak mahir berenang namun entah kenapa aku selalu senang melihatmu berenang menikmati aliran Aare. Entah mengapa aku merasa saat itu kau seperti sedang menjadi dirimu sendiri yang begitu bebas dan itu terlihat begitu indah. Keindahan yang mungkin tidak pernah aku lihat lagi setelah itu.

Kita terlalu muda, egois dan penakut. Seperti halnya aku berenang, aku tahu satu hal aku pernah tenggelam di kolam renang dan membuatku trauma untuk mencobanya lagi. Sayangnya bahumu yang kuat tidak cukup meyakinkan aku untuk bisa berenang bersama menggunakan pelampung atau sekedar menikmati dengan perahu karet. Begitu pun dengan keputusan keputusan lainnya yang seakan aku menjadi begitu penakut untuk mengambilnya padahal itu mimpi mimpi besarku. Lagi dan lagi aku tidak bisa menceritakan semua luka yang terjadi hingga aku memutuskan menjauh dari Bern selamanya.

“We can’t to be together,” kalimat yang aku nantikan juga aku takuti pada saat bersamaan. Hubungan yang entah apa namanya itu akhirnya selesai dengan keputusan kita tidak bersama. Aku ingat dengan jelas, ada sesuatu di hatiku yang rasanya sakit dan hilang di saat bersamaan. Itukah yang disebut patah hati?

Hari berlalu dan waktu berganti, tapi Aare tetap berwarna sebiru batu pirus. Ada banyak hal yang sudah mengalir dari Aare menuju danau Eyre yang tidak akan kembali lagi ke pegunungan Alpen kecuali titik titik air hasil evaporasi. Banyak hal pula yang telah berubah darimu. Akad pun telah kau ucapkan bersama istrimu di salah satu rumah di kota Bern. Ku dengar studio arsitektur milikmu pun telah berkembang dengan pesat dengan bantuan perkembangan teknologi tanpa tapal batas bahkan desain perkantoran di Jakarta juga merupakan hasil desainmu.

Aku menghela nafas, memejamkan mata merasakan setiap desauan angin Bern.

Setelah bertemu dan berpisah denganmu ada sebagian diriku yang tertawan di Bern. Ada hal yang tidak pernah bisa aku selesaikan, teka teki yang entah apa pertanyaannya dan bagaimana menjawabnya. Aku hanya ingin mengawalinya dengan harapan bahagia bukan ketakutan pada sesuatu yang tidak pernah kita tahu bagaimana akhirnya.

“Hey… doakan aku selalu bahagia, ah bukan aku saja. Tapi, semoga kita selalu bahagia bagaimanapun aliran hidup membawa kita pada akhirnya,” bisikku lirih memandang aliran Aare yang hilang menukik di salah satu sudut kota.
Pak Ridwan Kamil dan BU Cinta membuatku sadar bahwa tidak pernah ada yang benar-benar memiliki seseorang, Dan, keikhlasan dan keridhoan adalah sebuah keindahan yang tidak pernah bisa diucapkan.

Ddrrtttt…..

Ponselku bergetar. Tertera nama seseorang.

Memulai aliran baru tidak pernah mudah untukku. Tapi, aku masih berdoa ada pelangi yang entah bagaimana aku harap terlukis sebentar lagi.

Aku membaca sesuatu di twitter siang ini,

Bener emang kata orang, perpisahan paling menyakitkan itu perpisahan karna kematian. sedalam apapun kamu rindu sm dia, dia nggak akan pernah kembali. stay strong Nabila! i dont know how it feels but u shouls stay strong for you, for eril too!

Aku ingin membingkai perpisahanku denganmu seperti kamu sudah meninggal. Seingin apapun aku bersamamu kemudian, tidak akan bisa terjadi. Seperti tenggelam di Aare seperti itu pula kisah kita yang entah bisa aku namai apa. As Aare as you.

Semarang, 12 Juni 2022
Hanya fiktif belaka, terinspirasi begitu saja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *