‘Rejeki yang kau risaukan telah sempurna dijamin, bahkan pada dia yang terlihat tidak sempurna di matamu,”
Matahari mulai turun saat motorku melaju membelah pantura. Padat dan penuh, begitulah yang kerap terlihat di hari Minggu sore jalan dari Pati ke Semarang. Tiba-tiba saat memasuki kota Kudus ada yang terasa aneh dengan ban motor bagian belakang. Dalam hati aku bergumam, “sepertinya ban belakang bocor nih,”. Namun, nyatanya aku tidak merisaukan hal itu sampai masuk kota Kudus pun motor masih terus melaju. Kemudian tersebab rasa haus berhentilah di salah satu penjual es dan mendapati ban belakang benar-benar dalam keadaan entah kempes atau bocor. Risau seketika menghinggapi ketika itu sudah pukul 17.00 dalam hati bertanya adakah tambal ban atau bengkel yang masih buka.
Aku pelan-pelan menyusuri jalan hingga kemudian masuk gang kecil menunjukkan tambal ban, awalnya ragu kemudian ku rututi jalan tersebut. Sayangnya, sampai disitu si Bapak sudah tutup lapak berganti jualan nasi bungkus. “Aduh mbak kalau jam segini udah siap-siap dagang lainnya,” ujarnya. Aku pun hanya tersenyum dan beliau menyarankan ada satu tambal ban di dekat rumah makan beberapa meter keluar dari gang tersebut. Aku pun tersenyum dan pamit, di tengah jalan kutemui seorang bapak yang menunjukkan ke tempat yang sama. Dalam hati saat itu aku berkata, “tambal ban bapaknya di gang kecil gini masih aku datangi, kalau Allah berkehendak rejeki bahkan bisa sampai sendiri di depan rumah”.
Pelan-pelan ku bawa motorku dan benar saja ternyata di tempat tersebut ada tambal ban dengan sebuah gerobak yang dihias sedemikian rupa bahkan ada sound system yang mendetumkan lagu dangdut panturaan. Aku tersenyum melihat bapaknya yang mendapatiku sudah ada di depan gerobaknya. “Nggak tau ini kempes atau bocor, Pak”, ujarku. Beliau pun melihat dan mengatakan sepertinya bocor. Aku hanya pasrah dan bersyukur masih ada tambal ban jam segini dan tempatnya lumayan enak buat nunggu. Ketika bapaknya mendorong motorku dan memarkirkan disitulah aku melihat si bapak tidak memiliki telapak kaki, beliau memang masih memiliki 2 kaki, namun yang satu hanya sampai ke bagian tulang pergelangan kaki tanpa memiliki telapak kaki dan jari-jari. Refleks hati menaruh simpati pada si Bapak. Setelah itu aku pun mengamati selama proses penambalan ban motorku banyak juga motor yang mampir sekedar untuk mengisi angin. MasyaaAllah. Disitu aku seperti ditampar, mungkin tadi aku akhirnya baru menyadari bocor motor di daerah ini karena ada rejeki si Bapak yang harus tersampaikan padanya. Sore ini aku berterimakasih pada si Bapak, refeleksi pada diri yang alhamdulillah masih dikasih banyak nikmat sama Allah kenapa masih saja merisaukan apa yang sudah dijamin hingga mati.
Sore itu aku tidak menggerutu ban motor bocor, karena memang harus bocor agar rejeki si Bapak sampai dan rejeki hikmah tamparan cerita sampai juga padaku yang masih belajar.
“Masihkah merisaukan rejeki yang belum sampai dan lupa mensyukuri yang telah dimiliki?”