Sejak tahun 2008 keluarga kami resmi tidak lagi melakukan perjalanan mudik dari Pati (utara Jawa Tengah) ke Kutoarjo (selatan Jawa Tengah) karena eyang kami sudah berpulang. Kemudian kebetulan Bapak adalah anak tertua sehingga arus mudik akhirnya berpindah ke Pati. Dan, kini kami justru yang jadi tuan rumah open house keluarga.
Namun, bagi kami mudik menjadi bagian yang menarik selama beberapa tahun sebelum akhirnya terpungkasi. Kami sekeluarga memiliki momen-momen menarik setiap kali mudik.
1. H-1 atau H+1
Tradisi mudik di keluarga kami bisa dimulai di H+1 atau H-1 tergantung pergiliran tahun. Kebetulan ibu asli Pati jadi kalau tidak shalat id di Pati kami shalat id di Kutoarjo digilir setiap tahun. Setelah sungkem-sungkem dengan Mbah di Pati misal kami baru akan berangkat mudik.
2. Ibu dan perbekalan
Dulu sebelum *lfamart dan *ndomart menjamur seperti sekarang, sebelum rumah makan jadi suatu wisata kuliner kami tahu bahwa kebanyakan tempat makan tutup. Itulah sebab Ibu kami menjadi komandan ransum yang menentukan menu yang tahan lama, tempat makan dll. Bahkan kami juga membawa tikar karena kadang kami memilih tempat didekat kebun-kebun di sekitar Ambarawa, Magelang yang nyaman (ala-ala pesta kebun).
3. Serabi Ambarawa
Entah kenapa serabi Ambarawa menjadi makanan wajib yang kami sambangi tiap kami mudik ke Kutoarjo. Rasa Serabi yang gurih ditambah dengan kuahnya yang manis menjadi bagian dari mudik yang tidak boleh terlewat.
4. Wisata Lebaran
Sepanjang jalur Pati-Kutoarjo selalu ada tempat wisata yang kami kunjungi secara bergiliran setiap tahun mulai dari candi-candi, museum bahkan sering juga melancong sampai ke ujung jawa tengah bagian selatan misal ke Pantai Ayah atau Jatijajar.
5. Wisata Kuliner
Walaupun bagaimana bagian ini nggak mungkin terlupa walaupun yang kami cari bukan makanan yang berat-berat. Tapi mencicipi makanan di daerah yang kami datangi juga dilakukan. Kalau di Kutoarjo yang khas di daerah mbah adalah dawet ireng. Kalau ke Prembun ada sate ambal yang khas.
6. Panen Kebun Mbah
Mbah Kutoarjo memiliki kebun yang lumayan lebar dan ditanami macam-macam buah-buahan. Biasanya kalau pas lebaran ada rambutan yang bisa kami panen bersama-sama. Selain itu disana juga dipenuhi banyak pohon nanas jadi kalau pengen ya ambil aja seperti mengambil kelapa muda kalau mau.
7. Bengkoang dan Gula Merah
Bengkoang menjadi oleh-oleh yang entah bagaimana selalu dibawa pulang. Selain itu kami juga senang dengan gula merah dari daerah ini karena keasliannya yang terjamin bahkan dulu senang sekali kalau bisa langsung liat ke pabrik pembuatannya di dekat rumah mbah.
8. Gending Mbah
Dulu waktu mbah masih ada hal yang paling susah dilupakan adalah kebiasaan beliau menyanyikan macapat lagu-lagu jawa sebelum tidur. Walhasil kami yang tidur di kamar sebelah beliau pasti akan mendengarnya lamat-lamat.
Perjalanan selalu menimbulkan kesan dan pesan. Walaupun sudah lama tidak pernah mudik dan akhirnya di-mudik-i, mudik selalu menjadi pengingat bahwa keluarga adalah bagian jiwa tidak mungkin lengkang oleh waktu. Seperti dalam agama dikatakan bahwa birul walidain adalah bagian penting bakti seorang anak pada orang tuanya. Jadi selagi masih ada, peluk mereka erat dan berbakti sebaik mungkin. 😀