Ghost

“Memang apa yang kalian tidak miliki?” tanya Mr. Kopi, perawakan yang besar dengan bobot 90kg dan tinggi 180cm mampu membuat tubuh Nona Tea tidak terlihat dari kejauhan.

“Harapan, kami tidak membuat harapan sejak awal hubungan kami,” jawab Nona Tea sambil mengaduk teh – membubuhkan sebuah gula rendah kalori ke dalamnya.

Mr. Kopi mengangguk pelan tanda mengerti.

Konferensi para peramal beberapa bulan lalu tanpa sengaja mempertemukan mereka dan kini mereka bertemu lagi dalam symposium para penyihir. Mr. Kopi seorang pria yang menyenangkan, suara baritonnya mampu membuat Nona Tea menoleh ke arahnya sesaat setelah mereka berbincang. Nona Tea yang berbakat dan menyukai hal hal baru menjadi begitu tertarik saat Mr. Kopi mulai berbicara tentang ramalannya tentang minyak dan gas yang dicuri oleh sekomlotan bangsa jin. Mr. Kopi penasaran dengan sosok Nona Tea yang tidak biasa, paradoks.


“Itu normal karena itu mekanisme jatuh cinta. Tanpa sayap tiba-tiba kamu terbang seperti bermain roller coaster,” tanggap Mr. Kopi dengan menatap teduh namun penuh tanda tanya pada lawan bicaranya.

Nona Tea terdiam sejenak begidik pelan, padahal selama ini dia tidak terlalu menyukai wahana ekstrim.

“Kamu punya ketakutan,” ujar Mr. Kopi lagi.
Teh di cangkir yang baru saja terangkat mematung di udara.
“Akui saja, keliatan,” kekeh Mr. Kopi dengan percaya diri.
Cangkir teh terduduk kembali tidak sampai menyentuh bibir warna coral.

“Nona, kau takut jatuh cinta lagi karena dia? Setelah dia pergi kau berhenti untuk percaya pada siapapun? Sampai kapan mau seperti itu?” cerca Mr. Kopi dengan nada mendalam dan menusuk.
Nona teh tersenyum kecut, “sial kau benar-benar tukang terawang ya?”
Mr. Kopi mengangkat kedua bahunya, “tidak sepenuhnya aku melakukan itu padamu, ada etika bukan di dunia terawang menerawang? Itu hanya terlihat sejak pertama kali kita bertemu. Kau ragu-ragu, berusaha lari, menjaga jarak, tidakkah kau lelah melakukan itu?”

Nona teh terdiam.
“Dia sudah bahagia bersama istrinya, akan memiliki anak mungkin. Sedangkan kau? Masih seperti binatang pesakitan di pojok ruangan yang bahkan takut pada sinar matahari yang mungkin tidak akan menyakiti, come on beb wake up!” kata Mr. Kopi panjang lebar.

“Tapi…..” Nona Teh mencoba menyela.
“Sstt!! Perhatikan dirimu! Jika kau jatuh 7 kali, berdirilah 8x. Akan selalu seperti itu dalam hidup. Kau hanya berlari dari satu takdir ke takdir berikutnya. Hadapi, jangan lari!” tegas Mr. Kopi lagi.
Nona Teh tercekat. Ia menjalani berbagai sesi konseling, tapi kenapa pada laki-laki asing ini justru ia merasa semua kata-katanya adalah benar adanya?

“Kau menyia-nyiakan banyak waktumu beb, you loser!” senyum smirknya meremehkan benar-benar menyebalkan.
Air muka nona teh berubah. Ia ingin menangis. Dan, air mata benar-benar jatuh.

“Dasar cengeng,” Mr. Kopi menyodorkan sekotak tissue dari kayu.

“Enjoy your life, semua ketakutan hanya ada dalam pikiranmu saja. Itu benar-benar nggak nyata. Bangun, atau kamu akan mati lebih cepat sebelum kamu beneran mati,” sorot mata Mr. Kopi berubah teduh.

“All is well,” Mr. Kopi mencondongkan tubuhnya dan memeluk tubuh Nona Tea yang jadi begitu mungil di dekapannya.
Nona Tea mencubit lakil-laki yang mendekapnya. “Sesak tau!”

Mr. Kopi menatap gadis yang setinggi bahunya, “tapi suka kan?”

“Andai aja kamu tahu sakitku bukan hanya perkara laki-laki,” gumam Nona Tea melepaskan pelukan itu dan kembali menatap tehnya yang kini semakin dingin.

“Ingat ya hanya kau sendiri satu-satunya yang bisa membuatmu keluar dari lingkaran setan pikiranmu itu,” Mr. KOpi menghabiskan sisa kopinya hingga tandas.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *