Haruskah Anak Komunikasi lanjut sekolah lagi?

Menurut saya jawabannya adalah tergantung pada tujuan.

Ilmu komunikasi pada dasarnya adalah mengedepankan skill seseorang. Jadi, makin seseorang banyak praktik makin mahir skill ilmu komunikasi yang dia miliki. Sehingga untuk meniti karir memilih menjadi akademisi atau praktisi tidak bisa terus tiba-tiba jumping. Mengingat keduanya sama-sama sesuai jam terbang maka memilih dari awal berkarir dimana adalah penting.

Terus apa yang diberikan dunia akademis sewaktu kuliah?

Perkuliahan memberikan sebuah wacana, membentuk pola pikir seseorang untuk menjadi PR (public relations), marcomm, digital startegis dll. Kemudian setiap anak diminta sendiri untuk mengasah skill masing-masing. Waktu yang sedikit untuk memberikan sekian banyak hal, maka menjadi tanggung jawab pada masing-masing individu untuk mengembangkan skill masing-masing. Caranya? Banyak. Bisa magang di tempat kerjab yang real (red: agency), bisa mengikuti berbagai kompetisi juga orgaisasi lain yang memberikan pengetahuan lebih. Bahkan berorganisasi juga menjadi penting, karena sekarang posisi menjadi humas sudah banyak ditawarkan di organisasi bukan?

Dunia praktisi yang jauh dengan akademisi membuat kedua hal ini sering kali tidak sejalan, atau lebih banyak dipilih tidak sejalan. Kebanyakan orang praktisi malas dengan teori dan seorang akademisi memang harus menguasai teori dan praktik. Namun, kedua peran ini tidak bisa dipisahkan demi kemajuan ilmu komunikasi. Seorang praktisi terus membuat praktik dan para akademisi memiliki tugas untuk membukukan, meneorikan, menguraikan sehingga bisa dipelajari dikemudian hari dan hal-hal yang timpang bisa disimpulkan solusinya.

Mengutip dari perkataan Little John dan Foss, bahwa teori komunikasi menawarkan banyak ide tentang pilihan yang ada untuk membingkai dunia. Telah diperlihatkan banyak kemungkinan dan mungkin menemukan sesuatu yang lebih masuk akal daripada yang lain-bebas. Kita dapat memilih karena sebuah teori komunikasi, untuk mengubah perspektif dan pendekatan kita, untuk berkomunikasi secara berbeda, untuk membuat dunia yang berbeda.

Jadi, dari awal sebaiknya seseorang yang pengen jadi akademisi bisa fokus aja buat akademis. Mengingat seorang akademisi adalah 3M (mengabdi, mengajar dan meneliti). Makin banyak penelitiannya, papernya, makin kerenlah seorang akademisi. Makin lama pengabdiannya, ya itulah value-nya.

Kemudian bagi praktisi semakin banyak praktik, seorang praktisi makin mahir. Makin banyak klien yang pernah ditangani, makin mendatangkan klien lainnya. Sebetulnyya keduanya bisa bertemu di ruang yang sama, seorang praktisi seringlah sharing ke mahasiswa bagaimana kehidupan praktisi.

Well.. define your truly happiness!

Iseng bikin gambar, [mungkin] Ilmu Komunikasi kayak gini
ILMU LAIN yang barangkali lebih linear antara praktik dan teori [contoh : tehnik, ekonomi, kedokteran – orang yang punya IPK 4 di kedokteran pasti sudah pinter urusan kedokterannya]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *