Gravitasimu terlalu besar untukku
Aku terkapar tak tau hulu mana buta muara
Kau menjelaskan dalam bahasa kasih berbalut sayang
Bacalah… bacalah….
Kemudian aku menangis terpengkur tak berkesudahan dalam resah
Aku meminta saat itu, ketenangan yang Kau mengerti
Dalam maaf-maaf dan harap tak meragu
Bacalah… bacalah….
Mungkin ini saatnya. Aku berjalan ke arahMu
Katanya Kau akan berlari ketika aku berjalan
Mana?
Mana?
Apa mungkin aku tak sanggup melihatMu?
Tersebab terlalu banyak koleksi kartu kuningku?
Baiklah.
Bacalah… bacalah….
Aku akan belajar mengetahui aturan main yang benar.
Aku takkan protes. Baiklah.
Kupikir kadang Kau bercanda berlebihan.
Tapi Kau mutlak pemilik arena ini. Tunggal tanpa tanding.
Aku pion yang sering merasa bisa bergerak sendiri.
Tapi, tunggu. Rupanya aku keliru.
Bacalah… bacalah….
Kau yang berkuasa membuatku bergerak menyamping, satu langkah atau formasi apapun.
Baiklah aku terima.
Konon katanya cinta memang soal ujian.
Banyak meramu sabar dan menyedapkan syukur.
Bacalah… bacalah….
Surat cinta pertama ini, ‘Bacalah…’
Rumah, 21.59
BTW, fotonya nggak asing hehe
Aih.. dikomen sama yang punya masjid :’)
Masih mengenali rupanya… salut sama anak Arsitek 😀