
Alhamdulillah Maha Besar Allah yang sudah menakdirkan saya bertemu dengan ilmu komunikasi. Pertemuan secara tidak sengaja 5 tahun yang lalu. Mungkin demikian yang namanya jodoh, cintanya datang begitu saja tanpa rencana. Kalau ingat 5 tahun lalu betapa bodoh hidup saya yang tak punya tujuan dan mimpi apa – apa rasanya pengen ketawa.
Ingatan saya pada keinginan untuk masuk Hubungan Internasional memudar setelah saya memahami apa itu ilmu komunikasi. Saya suka hal – hal mikro, berbasis manusia dan manusia bukan hal makro semacam negara antar negara.
Saat pertama kali masuk ilmu komunikasi ada seorang teman SMA berkata begini, “ngapain kuliah soal ngomong? Emang nggak bisa ngomong?” katanya dengan nada flat. Saat itu saya cuma terdiam malas menyahut dan enggan mendebatkan.
Being Human
Jujur saja dulu saya tidak tahu apa sebenarnya ilmu komunikasi? Saya memilihnya hanya karena satu alasan ‘karena saya suka menulis’. Jurusan IPA sudah tidak lagi cocok, selagi saya bisa memilih maka saya memilih yang mungkin saya akan enjoy menjalaninya.
Dan, saya mulai mengenal sedikit demi sedikit tentang apa itu ilmu komunikasi. Memahami berbagai realitas yang barangkali seperti asap dan angin tidak kasat mata tapi dia ada. Mulai dari komunikasi antar pribadi, komunikasi massa, psikologi, komunikasi gender dan berbagai komunikasi lainnya. Ada satu ritme yang perlahan mulai saya pahami tentang dimensi hubungan dan dimensi isi dalam berbagai bentukan komunikasi. Saya berobat jalan memahami banyak realitas kehidupan termasuk aspek – aspek ‘being human’.
Menjadi manusia yang memanusiakan manusia. Ilmu komunikasi mengajari banyak hal tentang memahami manusia itu sendiri, bagaimana mendengarkan dan bagaimana ‘membaca’ sesuatu yang barangkali tidak bisa kita lihat jika hanya melihat dari satu layer saja.
Being Me
Saya tidak tahu bagaimana mengatakan semua itu, tapi saya merasa memang ilmu komunikasi adalah yang mungkin cocok untuk orang seperti saya. Tidak ada yang lebih membahagiakan di dunia ini kecuali bisa menjadi diri sendiri. Not pretend to be.
Saya menyalurkan hal – hal yang saya sukai disini, saya bisa bergerak dengan dinamis seperti tagline ilmu komunikasi – fun, smart and dynamic!
Keindahan Ilmu Komunikasi
Tidak semua mengetahui dan bersedia memahami ilmu komunikasi. Banyak yang mengecapnya gampang. Banyak yang menganggap remeh. Saya juga pernah menyesal kenapa masuk ilmu komunikasi – dimana persaingannya maha sempurna di pasar dunia kerja. Tapi, kemudian ketika saya mengurai semua benang-nya saya justru bersyukur masuk ilmu komunikasi.
Saat saya memutuskan lanjut sekolah dan tetap mengambil ilmu komunikasi ada seorang yang bilang “wah berarti kamu benar – benar nggak bisa berkomunikasi ya?”. Kemudian sanggahan saya hanya menertawakan hal itu dan menerima tanggapan beliau.
Tanpa harus meninggikan satu cabang dan meniadakan yang lain. Saya sangat sadar sesungguhnya ilmu komunikasi berada dipersimpangan banyak ilmu lainnya – psikologi, ekonomi, sosiologi, lingustik, filsafat dll.
Karena, sungguh membaca satu saja tak cukup karena apalah arti memhami sesuatu yang Cuma sepotong tanpa berusaha mengetahui secara utuh.
Thomas Khun (dalam Littlejohn dan Foss, 2009 : 28) menulis bahwa manusia tidak belajar untuk melihat dunia sedikit demi sedikit atau satu per satu ; kita menyatukan semua area dari perubahan dalam pengalaman.
Mungkin dia tidak setua ilmu alam, mungkin dia tidak sekeren science dan matematika, mungkin tidak setenar ekonomi, tapi ia memiliki keindahan yang tidak terkatakan. Dia yang tidak dibincangkan secara umum, dia yang tidak dikagumi terang – terangan. Tapi, dia bisa memandang semuanya tanpa menghakimi. Mendengarkan semuanya tanpa interupsi. Mungkin itulah ilmu komunikasi.
spend a lot of time trying to see both sides of the coin — and usually can.
This, in turn, helps them understand many different perspectives and it can usually understand where everyone is coming from.
Satu setengah bulan lalu resmi saya memakai nama belakang S.I.Kom sebagai tanda sah-nya saya menikah dengan ilmu tersebut memakai-nya sebagai bagian nama saya. Saya hanya berharap mampu terus memahaminya dan mempertahankannya. Still in love and love learning.
Pare, Kediri
150608 – 21.24 P.M
Arfika
Foto Albus dipinjam dari sini
Wah, mbak Fika sama jurusan aja romantis. 😀 Iya yah mbak, dipikir menyandang gelar itu ibarat kita nikahin ilmu itu ya. Keren tulisannya! Jadi kepikiran nulis ginian juga kalo udah dapet gelar S.kom nanti. haha
Hahahahah :’) aduh jadi malu. Sama siapa lagi kalau nggak romantis sama jurusan? wkwkwkwk.
Yupy! menikahi ilmu yang sudah masuk jadi bagian hidup kita. HAhAHAH iya atuh harus bikin 😉 Semangat S.Kom-nya!