“Saya blogger dari Jogja,” ujar Mbak Rian.
“Saya juga sering meriview hotel tempat saya menginap,” cerita Pak Nuz dari Surabaya.
“Kita bisa bikin buku apa aja, yang penting menyelesaikan alur pikirannya,” jelas Mas Ale pada saya salah satu kreator buku dari Bandung.
“Kalau yang itu Mbak Mira Sahid founder emak – emak blogger dari Jakarta.”
“Makasar itu ada banyak tempat yang bagus, saya pernah ngajak istri naik gunung pas masih hamil muda kemarin,” cerita Daeng Fadlan Blogger dari Makasar.
Entah berapa lagi percakapan yang bisa direkam dalam memori untuk saling mengenal satu sama lain. Blogger – blogger yang hadir dalam netizen gathering MPR RI hanya representatif kecil dari Indonesia yang Bhineka Tunggal Ika ini.
Hari – hari itu saya mengenal banyak orang dengan berbagai background yang berbeda namun memiliki kesamaan – sama – sama suka menulis berbagai hal dalam blog. Mereka, kami merekam berbagai hal dan mencoba merangkumnya dalam satu wadah yang kami sukai dan berharap bisa bermanfaat bagi banyak orang.
Seperti halnya Indonesia barangkali yang memiliki berbagai suku, bahasa, agama yang semuanya ada dalam satu wadah yakni Indonesia. Semangat pancasila dan sebagaimana amanat undang – undang dasar 45 :
“Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.”
Bahwa kini menyebarkan kebaikan bisa melalui apa saja dari siapa saja. Seperti yang selalu digaungkan tentang mengisi kemerdekaan melalui berbagai bidang, kontribusi penting selalu dimulai dari diri sendiri seperti satu tweet, satu post, atau satu tulisan optimisme tentang Indonesia yang bersolek lebih baik lagi. Dalam netizen gathering memiliki semangat untuk menyebarkan semangat kebangsaan, tentang kemerdekaan, persatuan kami dari berbagai daerah, berbagai usia dalam satu wadah yang diinisiasi oleh MPR RI.
Keberagaman kita telah diwakiliki banyak hal, bahkan mungkin apa yang tersaji di meja kita. Makanan – makanan khas Indonesia yang beragam. Maka, tidak salah memang jika kita benarlah bhineka tunggal ika. Walaupun mungkin memahami satu dengan yang lain tidaklah mudah sebab beda ladang beda belalang, beda lubuk beda ikannya. Tapi, setidaknya kita punya satu keyakinan kita bersaudara.
Benarkah Bukan Tentang Kita?
“Empat pilar barangkali bukan hal yang menarik karena bukan tentang individu,” ulas seseorang di salah satu rangkaian acara. Tiba – tiba saya jadi tergelitik, ‘barangkali bukan tentang individu’. Lantas apakah memang dibenarkan korupsi menjadi hal yang penting karena berkaitan dengan kesejahteraan individu?
Konstitusi atau undang – undang dasar dapat diartikan ‘peraturan dasar negara dan yang memuat ketentuan – ketentuan pokok dan menjadi salah satu sumber dari perundang – undangan lainnya’ (Budiyanto, 2007 : 97). Tapi, bukankah dikatakan negara karena didalamnya ada rakyat, wilayah yang permanen, dan pemerintahan yang berdaulat yang dalam arti luas dikatakan negara merupakan kesatuan sosial masyarakat yang diatur secara konstitusional untuk mewujudkan kepentingan bersama.
Dengan kata lain bahwa seabu – abu apapun empat pilar nampaknya, namun inilah yang menyokong kehidupan berbangsa, berteman, dan berumah tangga. Mungkin kehidupan sudah terlalu ramai hingga tak memiliki kemewahan membaca tab kehidupan berbangsa yang mana terdapat etika sosial budaya, etika ekonomi, atau juga konsep ideal bangsa. Namun, kita sangat bersyukur sejak dijajah hingga merdeka harmoni sebagai negara dan kesadaran bersaudara coba terus kita lekatkan.
Seiring berbagai perubahan yang tidak pernah lepas atas nama kehidupan satu – satunya bertahan tetaplah adanya konsep menyadari keberadaan. Menyadari kebersamaan di Indonesia yang memiliki keragaman, keunikan dan persaudaraan. Walaupun barangkali ada banyak ketidakpuasan, semoga ada banyak cara pula untuk saling mengingatkan bukan untuk sengaja merusak ikatan dan kepercayaan.
Jika hanya ada seruan pesimisme yang kencang bergema maka barangkali tidak mengubah Indonesia menjadi lebih baik. Keberimbangan terjadi karena seruan pesimisme dan optimisme saling seimbang seperti dalam garis kesimbangan penawaran dan permintaan. Jika hanya ada si Pesimis,lantas siapa pemilik esok hari?
Namun, sayangnya sekeranjang apel jika diberikan satu apel busuk akan lebih mudah tertular membusuk.