Kenangan yang Terbakar

“Cuaca kayaknya bagus, pertanda baik nggak si buat yang nikahan?” tanyamu dengan ringan sambil mengamati jalan dengan serius.
“Udah telat, gara-gara kamu!” dengusku pelan.
“Santai aja, belum kelar juga sampai sana. Memangnya di Solo pakai piring terbang…” kilahnya sambil nyengir.
Hari ini adalah pernikahan salah satu teman lama. Setelah berkali-kali datang ke pernikahan, sebetulnya tidak ada yang terlalu istimewa. Hanya saja memberikan sedikit dopamine tentang pernikahan sepertinya menyenangkan.
‘bip’ sebuah notifikasi masuk ke dalam ponselku.
Seseorang menandaiku dalam sebuah post. Aku memindai handphone dan melihatnya. Otakku berputar mengingat memori tersebut aku bertemu dengan seseorang dalam kondisi yang tidak terduga. Kami terkoneksi begitu saja dalam periode waktu lama dan terkoneksi lagi hingga kami benar-benar bertemu secara nyata. Sedasyat itukah keinginan dalam hati? Bahkan kami sangat mutahil untuk bertemu.
Aku tercenung, lalu kenapa aku tidak pernah bertemu denganmu?
“Mikirin apa si?” tanya seseorang di balik kemudi.
“Nggak mikirin apa-apa, cuma lihat video aja,” jawabku singkat.
“Kamu pikir aku mudah tertipu? Kalau jawabannya ‘nggak’ tuh pasti ada apa-apa,” balasnya tak ingin kalah.
Aku menoleh ke arahnya. Entah mengapa dia memang sering benar melakukan tindakan, terus mengejarku untuk mendapatkan jawaban atau melakukan sesuatu ketika aku sudah kesal. Terkadang aku tergoda dengan sikap pantang menyerahnya.
“Hmm… cuma mikir beberapa waktu lalu aku ketemu orang yang kayak mustahil aku ketemu dia. Tapi, ajaib aja bisa ketemu beneran,” ceritaku singkat.
“Karena kekuatan pikiran kamu pengen ketemu dia, makanya ketemu,”ulasnya kemudian.
Aku terperangah menoleh ke arahnya.
Dia mengangguk dengan yakin.
“Kalau nggak ketemu bisa jadi karena diri kamu sendiri menolak, seperti kamu merasa dia ancaman bagimu,” dia melanjutkan pembahasan yang awalnya aku pikir agak gila.
Aku melemparkan pandangan ke luar mobil, “Apa itu alasan kenapa aku tak pernah bertemu denganmu? Karena diriku sendiri tidak menginginkan pertemuan itu?” tanyaku dalam hati.
“Kamu ancaman bagiku?” tanyaku perlahan dalam hati.
“Bisa jadi persepsi di otak kamu dia menyakitimu, secara spontan tubuh pasti akan merespon itu,” lanjutnya.
Dari perkataan itu dia tahu pikiranku memikirkan siapa.

Di dashboard mobil menunjukkan pukul 11.00 setelah melewati jalan layang kami akan sampai ke tujuan. Aku melihat ke arah langit kepulan asap hitam membumbung di langit.
“Eh apaan tuh???” orang di sebelahku tiba-tiba heboh.
“Kayaknya ada kebakaran,” nada suaranya sedikit panik.
Aku segera membuka handphone dan membuka twitter.
“Innalillahi tempat weddingan itu kebakaran!” berita itu sudah jadi trending topik dalam waktu singkat.
Aku segera menghubungi kawan lamaku yang sedang ada disana.
“Ya ampun kasian banget mereka.”
Laju kendaraan semakin melambat.
Di tower itu dulu aku pernah menginjakkan kaki untuk bekerja. Aku mengingat setiap jengkal kenangan yang membuatku tersasar ke tower itu tanpa rencana apapun. Skenario buruk yang tak pernah aku perhitungkan-sebuah kegagalan pelarian. Seketika beberapa rasa sakit yang aku akses tidak senyeri dulu lagi. Apakah karena sudah aku lepaskan lantas setiap kenangannya terbakar? jadi debu…..

Ah aku lupa… kamu sudah aku anggap meninggal. Mana mungkin bertemu?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *