Masalah menjadi salah satu alasan setiap jawaban itu ada. Masalah umum setiap bangsa seperti kemiskinan, pengangguran, korupsi, dan masalah makro lainnya biasa digunjingkan. Semua orang seperti sibuk memperdebatkan hal itu, tapi kadang – kadang menyepelekan masalah laten lain yang sama pentingnya.
Unit – unit mikro seperti keluarga dianggap sebagai ranah yang abu – abu dan enggan untuk dijamah oleh mereka.
Padahal setiap individu lahir, tumbuh dan berkembang pertama kali bersama dengan keluarga. Hasil survey statistik Indonesia Februari 2012 mencatat jumlah rumah tangga di tahun 2009 sebanyak 58. 421 juta dan meningkat menjadi 61.614 juta di tahun 2010.
Ironisnya, salah satu masalah sosial saat ini ialah disorganisasi keluarga. Disorganisasi keluarga adalah perpecahan keluarga sebagai suatu unit, karena anggota – anggotannya gagal memenuhi kewajibannya yang sesuai dengan peranan sosialnya (Juju, Kun 2007:23). Disorganisasi keluarga semakin terlihat jelas dengan berbagai masalah lain yang timbul, misalnya jumlah anak yang berhadapan dengan hukum cenderung meningkat, peningkatan juga terjadi karena pihak keluarga lebih suka menyerahkan kasus kenakalan anak ke polisi daripada menyelesaikannya sendiri (Kompas, 18/10). Pada 2011, Komnas PA menerima 1.851 pengaduan anak yang diajukan ke pengadilan. Hampir 90 persen berakhir dengan putusan pidana. Jumlah pengaduan itu meningkat dari 2010 yang sebanyak 730 kasus. Kondisi itu diperkuat oleh data Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mencatat 6.505 kasus anak, diajukan ke pengadilan yang 4.622 anak di antaranya ditahan di penjara (Kompas.com, 11/1).
Para sosiolog mencatat, akibat timbulnya masalah – masalah sosial diantaranya : persoalan sense of value yang kurang ditanamkan oleh orang tua, tumbuhnya organisasi atau kelompok muda informal yang tingkah lakunya tidak disukai oleh masyarakat, timbulnya usaha generasi muda untuk mengadakan perubahan – perubahan dalam masyarakat yang disesuaikan dengan nilai – nilai anak muda.
Disorganisasi keluarga merupakan rayap – rayap kecil yang bisa menggerogoti suatu bangsa. Bagaimana tidak, ketika anak – anak sebagai penerus bangsa memiliki pendidikan informal yang tidak baik maka sangat berpeluang membuat suatu bangsa keropos sendi – sendinya. Anak – anak yang tidak terurus karena orang tua menyerahkan pengasuhan pada televisi, anak – anak yang berbicara kotor karena mereka sering mendengar dari lingkungan yang tidak bertanggung jawab, anak – anak yang tidak terurus karena kasibukan orang tua, dan berbagai kasus anak – anak lainnya.
Keluarga ialah komunitas terkuat pertama yang dimiliki oleh setiap individu. Ketika komunitas pertama itu kuat maka setiap individu memiliki kemampuan untuk mengembangkan komunitas lainnya yang lebih besar. Seandainya saja setiap keluarga Indonesia sadar bahwa prestasi dapat dicapai dimulai dari integrasi keluarga, pastilah tidak perlu menunggu waktu belasan, puluhan tahun untuk mencapai mimpi – mimpi. Tidak perlu menunggu dewasa untuk bisa membuat perubahan bagi lingkungannya, tidak perlu menunggu tua untuk bisa berbagi dengan sesama.
Buruknya komunikasi antara anggota keluarga menjadi salah satu faktor disorganisasi keluarga. Komunikasi yang mandek dengan berbagai alasan menjadikan hubungan, kesepahaman menjadi terganggu. Maka, memperbaiki komunikasi dengan keluarga merupakan kewajiban setiap keluarga untuk meningkatkan integritas keluarga. Johnson (1981) menunjukkan beberapa peranan yang komunikasi antar pribadi ialah komunikasi antar pribadi membantu perkembangan intelektual dan sosial; komunikasi antar pribadi memungkinkan adanya pemahaman realitas di sekeliling individu serta menguji kebenaran kesan – kesan dan pengertian yang individu miliki tentang dunia sekitar (Supratiknya, 1995 :9). Komunikasi efektif adalah taraf seberapa jauh akibat – akibat dari tingkah laku individu sesuai dengan yang individu lain harapkan. Semakin efektif komunikasi antara anggota keluarga semakin tinggi pemahaman anak mengenai maksud yang orang tua harapkan.
Komunikasi efektif yang terjalin diantara anggota keluarga memberikan peluang sikap terbuka satu sama lain. Dalam jauhari window apabila daerah terbuka semakin melebar maka daerah lain seoerti daerah buta, daerah tersembunyi dan daerah tak sadar akan semakin mengecil. Pembukaan diri anggota keluarga dengan adanya komunikasi efektif akan memperluas daerah terbuka. Sehingga semakin paham tentang diri anggota keluarga dan cara berfikir mereka. Adanya intimate relationship antar orang tua dan anak juga memudahkan orang tua untuk mengarahkan anak pada pemahaman tindakan yang baik.
Bandura dalam teori pembelajaran sosial mengatakan bahwa, setiap manusia belajar belajar bukan saja dari pengalaman langsung, tetapi dari peniruan atau peneladanan (modeling). Perilaku merupakan hasil factor kognitif dan lingkungan. Artinya, manusia mampu memiliki keterampilan tertentu, bila terdapat jalinan positif antara stimuli yang diamati dengan karakteristik yang dimiliki. Ketika berperan aktif dengan komunikasi intensif jalinan yang positif dengan sesama anggota keluarga maka memungkinkan komunitas pertama setiap manusia ini (keluarga) akan memiliki energi hebat.
I want, by understanding my self,
To understand others.
I want to be all
That I am capable of becoming,,,
This all sounds
Very strenuous and serious
But now that I have wrestled with it,
It’s no longer so.
I feel happy, __ deep down
All Is Well (Katherine Mansfield)
Semarang, 19 Oktober 2012
Arfika Pertiwi Putri
Road To Global Youth Forum, “Youth Rights On the Heart Development”- United Nation Population Fund 2012