“Aku menyukai topi.” Itu yang dikatakan Danu sebelum membunuh Sheri, pacarnya.
Kalimat itu menjadi penutup bacaan koran pagiku sebelum pergi ke kantor hari ini. Aku menghela nafas tidak habis pikir dengan pemberitaan tentang pembunuhan yang berembel – embel cinta, cemburu, selingkuh atau pembendaharaan istilah perasaan hubungan dua manusia lainnya. Segera kunyalakan radio bermaksud mencari hiburan dan enggan memikirkan berita yang semakin memusingkan kepalaku.
“Listeners, kenapa ya orang yang mengaku ‘mencintai’ harus berbuat seperti itu hanya karena takut kehilangan orang yang dicintainya?” celoteh si Penyiar perempuan dengan suara alto yang khas.
Aku bermaksud mengganti saluran, namun telepon yang masuk ke radio itu menghentikan gerakan jariku.
“Hakikat cinta adalah melepaskan, semakin hebat seseorang mencintai sebetulnya semakin dia hebat untuk bisa melepaskan. Hanya saja cara melepaskan orang beda – beda. Mungkin cara si Danu memilih untuk melepaskan Sheri yang dicintainya dengan membunuh,” ujar penelpon itu.
“Wow! Terus kalau lo jadi yang cinta metong kaya si Danu gimana?” sanggah penyiar dengan nada suara antusias.
“Sebenernya Danu bisa berdamai sama dirinya sendiri. Dia bisa meneruskan bisnisnya dan membiarkan Sheri memilih hidupnya sendiri. Bukankah kita semua berhak untuk bahagia?” lanjut si Penelpon sebelum sambungan itu berbunyi “tut..tut..tut”.
Aku menghela nafas, aku hafal suara itu – suara perempuan yang aku cintai dan baru menikah seminggu yang lalu. Menikah bukan denganku, tapi dengan seseorang yang lain yang lebih dulu datang kepadanya. Dulu setiap pagi ia selalu menyuruhku untuk mendengarkan saluran radio ini untuk mendengarkan suaranya yang memberiku salam lewat udara.
“Siapa dia berani – beraninya membunuh, keluarga bukan, suami bukan. Apa dia tidak berpikir bagaimana perasaan ibu si Gadis itu?” komentar Ibu setelah menonton TV tadi pagi saat kami sarapan bersama.
“Iya, ibu benar. Kenapa orang – orang yang kasmaran hanya memikirkan diri mereka sendiri? Tidakkah mereka mau berpikir lebih jauh tentang orang – orang yang lebih dahulu mencintai mereka bahkan jauh sudah terbukti dibandingkan orang yang baru mereka kenal dan baru saja masuk dalam hidup mereka?” batinku dalam hati.
“Mencintai adalah tentang kita dengan Sang Maha Pecipta. Jika melampaui batas-Nya, lalu masih pantaskah menyebut itu cinta?”
tambah Ibu sambil memberikan segelas jus jeruk padaku.
Semarang, 14.16 P.M | 141204
Arfika