Kita tidak hidup sendirian. Minimal konon katanya kita berpasang – pasangan. Bahkan dituliskan kita bersuku –suku, berbangsa – bangsa untuk saling mengenal. Kita punya sesuatu di luar diri kita yang disebut orang lain.
Kadang kita mengenalnya, sekedar tahu nama hingga yang harus menjadi bagian hari – hari kita. Atau, sebenarnya hanya lebih banyak yang tidak mengenal dan dikenali untuk sekedar tahu. Tahu yang tidak berlebihan. Pengetahuan yang didapat sebagai bacaan. Orang yang saya temui ingin sekali saya berikan gelar bacaan dan guru bagi saya.
Satu dua cerita seseorang mampir dalam keseharian. Bisa diceritakan langsung oleh si Empunya cerita, atau dari orang ketiga yang bertutur pada saya. Semua sama, semua memiliki kapasitas memberikan pengajaran tentang setiap kejadian yang barangkali bisa saya temui sewaktu – waktu. Karena sungguh kita tidak pernah bisa memilih apakah sesuatu terjadi pada kita atau tidak, ya hanya terjadi begitu saja. Bagaimana menyikapi setiap kejadian, bagaimana melihat setiap kejadian dari perspektif yang berbeda adalah yang membedakan setiap kita dengan orang lain.
Menjadi pelaku atau sekedar pembelajar. Kita tidak pernah bisa tahu kapan akan mengalami sesuatu atau tidak mengalami sesuatu. Barangkali hari ini kita cuma mendengar suatu kisah, kadang pilihannya adalah itu hanya akan jadi kisah atau kisah yang serupa terjadi pada kita. Untuk hal – hal sedih, kegagalan, ketidakbahagiaan kita akan memilih untuk sekedar menjadikannya pelajaran sambil merapal doa agar sesuatu yang buruk tidak terjadi.
Ya, setiap kisah memang kadang berpola untuk kita tidak melakukan yang sama. Walaupun sejujurnya kita juga cuma manusia yang cenderung pongah walau tidak memiliki apa – apa. Tak masalah, ada hal – hal yang memang harus kita antisipasi seperti katanya ‘sedia payung sebelum hujan’. Begitulah peran orang lain, kadang menjadi sumber bacaan hidup. Mungkin begitulah mengapa Newton, Einstein lahir untuk menemukan dan yang lain adalah melajutkan atau sekedar tahu sebagai pengetahuan. Bayangkan jika setiap kita harus menemukan, tak akan habis masa untuk setiap orang harus menunggui apel yang jatuh untuk mengetahui adanya gravitasi. Walaupun diakui atau tidak, hidup adalah tentang perjalanan untuk menemukan. Bagi yang mencari, yang ingin menemukan, atau tanpa sengaja sesuai suratan untuk saling menemukan.
Sebalnya kadang orang lain buru – buru dijadikan persetujuan. Satu dua orang lain memang harus menyetujui perilaku, pilihan kita. Namun, seringkali mayoritas menjadi penghukum yang berlebihan. Sungguh pun kebaikan diri bukan tentang mayoritas katakan, melainkan tentang kebenaran yang benar yang tidak menyalahi aturan yang Langit tetapkan.
Kita pun menjadi orang lain bagi orang lain. Sebab diri memang tak cukup sendiri. Apalah arti semua jika hanya tentang diri sendiri.
Tentang orang lain, kini mereka adalah bagian di luar diri saya. Ada yang saya sayangi, ada yang saya hormati dan ada yang sekedar diamati. Bagi saya orang lain berpengaruh dan tidak berpengaruh tergantung siapa orang lain itu.
Kesempurnaan bukan karena orang lain menganggap itu sempurna. Kesempurnaan adalah bagian dari yang kita lihat dari orang lain. Bahwa dia indah dengan keindahannya. Dan, kita indah dengan keindahan kita.
Imperfection,
Jakarta, 8 Feb 2016
4.28 a,m
Gambar dipinjam disini