Bau solar menguar ketika bocah usia empat tahunan berteriak “Tayo!” atau sesekali berganti “Thomas!”. Ya, menggunakan odong-odong inilah para pengunjung Pasar Karetan akan dibawa ke lokasi Pasar Karetan setelah mereka menitipkan motor dan mobil di area parkir yang telah disediakan. Dibalik penasaranku akan kemana odong-odong ini berakhir terselip sebuah apresiasi pada setiap film anak-anak luar negeri yang berhasil mencuri ruang dalam otak anak-anak Indonesia. Tatapanku kembali lurus pada rimbunan daun yang ketika mendekat ada hutan karet memagari rapi. Tayo dan Thomas berebut tempat parkir pertanda Pasar Karetan itu tidak jauh lagi.
Gerbang ukiran jawa menyambut depan mataku, di pojok depan sebelumnya ada sebuah papan nama berbentuk bulat ‘Radja Pendapa’. Aku ber-oh pelan, benarlah ini adalah Radja Pendapa yang sejak tadi aku cari keberadaannya di Gmaps yang sesekali kehilangan sinyal. Disitu aku merasa para pengurus pasar Karetan harus mulai membuat plang sepanjang jalan, destinasi digital tapi sinyal menuju kesana tidak sedigital itu. Pasar Karetan ini bisa dicari di Gmaps tertera alamat Dusun Segrumung, Meteseh, Kendal. Setelah dijalani menuju ke Pasar Karetan dari pusat kota ternyata cukup jauh, maka pantas untuk disebut piknik.
Di pintu masuk aku sudah disambut dengan ukiran jawa dan tulisan ‘Radja Pendapa’ dan Pasar Karetan. Tak jauh dari sana ada photobooth berbentuk template instagram dengan nama Pasar Karetan. Sebelum beranjak lagi mataku menangkap sesuatu ‘Penukaran Girik’. Apa sih Girik? Jadi, setelah sampai di area Pasar Karetan mata uang yang berlaku untuk bertransaksi adalah Girik. Serupa redominasi rupiah kemudian berganti dengan girik yang berbentuk bulat dengan varian mulai dari 2 ½ , 5 , 10 dengan aksen berwarna merah dan kuning cerah. Setelah memberi senyum pada Mbak penjaga penukaran Girik aku berjalan menuju ke bagian inti dari perjalanan 1 jam dari pusat kota ini, Pasar Karetan.
Jalan semen menurun dengan kanan kiri diapit pohon-pohon dengan gubuk-gubuk yang ditata berpencar namun tetap rapi. Di setiap gubuk ada sebuah papan tulis berwarna hitam dengan tulisan kapur yang bertuliskan menu dan harga. Aku melewati gubuk nasi kuning, aneka jenang, bakso, sampai cafe ketela dan coffee. Memberdayakan warga sekitar merupakan salah satu konsep dari Pasar yang digagas GENPI (Generasi Pesona Indonesia) Jateng ini, istilah menyebutkan community based on tourism. Konsep lain dari Pasar ini adalah penjualnya yang rapi dan benar-benar njawani dengan kebaya dan batik – menarik, indah dan nyaman. Merunut lagi jalan bersemen melewati plang bertuliskan Labuan Bajo, Karimun Jawa, Borobudur dan Mandalika beserta jarak km-nya dan sampailah di bagian tengah dari Pasar Karetan berupa sebuah panggung di bagian utama kemudian ada sebuah pendapa di arah sebaliknya. Hari itu Pasar Karetan memiliki tema ‘Mewarnai Layang-Layang’ dengan bukti setumpuk layang-layang polos dan pewarna disisi yang lain. Berceloteh MC Pasar Karetan yang memamerkan keelokan Pasar Karetan dengan suara. Mereka bercerita tentang panahan, tempat-tempat yang apik untuk foto, termasuk promosi beberapa gubuk makanan yang mereka sambangi. Aku mendengar saksama tentang Pasar Karetan yang hampir diulang persis sama saat pertama kali aku menyimak Pasar Karetan di acara yang lain dan membacanya dari ulasan beberapa kali.
Netizen Dan Pasar Instagramable
Dalam rangka mencapai target 20 juta kunjungan pada tahun 2020 berbagai kegiatan pariwisata dilakukan oleh KEMENPAR Indonesia. Setahun terakhir KEMENPAR menghimpun yang disebut dengan GENPI. GENPI (Generasi Pesona Indonesia) merupakan kumpulan blogger traveler yang dihimpun secara terorganisir oleh Kementrian Pariwisata. Kegiatan GENPI ini sendiri terdiri dari online dan ofline. Di ranah online misalnya mereka membuat akun-akun sosial media seperi GENPI Jabar, GENPI Jateng, GENPI Lampung dll. Selain itu anggota GENPI pun aktif menjadi buzzer seputar pariwisata ketika ada event, festival, calender of events dan kebijakan kapriwisataan.
Kemudian dalam ranah ofline yang terintegrasi dengan promosi online GENPI membuat pasar yang instagramable. Pasar ini dibuat dalam wilayah tertentu kemudian dihias dengan menarik sehingga terlihat intagramable. Para pengunjung dapat foto di berbagai spot yang disediakan yang kemudian diharapkan akan dishare di sosial media mereka. Selain intagramable pasar-pasar ini pun mengusung ke-tradisionalan pada makanan seperti ada pecel, jajan pasar yang dijual oleh masyarakat setempat, mainan anak-anak jaman dulu, dan spirit of green. Bukan hanya itu, ada yang unik dari pasar ini sebab mata uang yang berlaku adalah mata uang khusus masing-masing pasar.
Telah ada 7 pasar yang dibuat dan aktif setiap minggunya antara lain : Pasar Karetan Semarang, Pasar Penangan NTT, Pasar Pancingan NTB, Pasar Baba Boentjit di tepian Sungai Musi, Pasar Siti Nurbaya Sumatra Barat, Pasar Kaki Langit Mangunan, dan Pasar Mangrove Batam. Setiap minggunya pun pasar-pasar ini selalu memiliki tema tertentu sehingga membuat para pengunjung dan netizen ingin datang lagi dan lagi. Dalam salah satu press release yang ada Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan bahwa dia selalu berpesan kepada komunitas GENPI agar selalu inovatif dan selalu fresh dalam menyelenggarakan kegiatan aktivitas komunikasi hal ini ditengarai oleh karakteristik anak-anak milenial memang suka inovatif. Ia menambahkan dua hal yang penting yakni, creative value dan commercial value. Kreatif dalam mengangkat tema-tema pariwisata di media sosial, dari soal desain, angel, pemilihan kata, interaktif di medsos sampai mengemas event. Kedua, event itu harus menciptakan nilai komersial yang bermanfaat bagi setiap anggota komunitas maupun masyarakat sekitar.
Tertarik datang ke Pasar Instagramable? Sesekali bolehlah mengajak keluarga, sahabat, teman, atau yang sedang dekat. Semoga terlaksana!