Perempuan, katanya biar emansipasi harus sekolah tinggi, bekerja dan bebas. Emansipasi? Kesetaraan gender?
Bagi saya yang sudah tinggal di Jawa, bagi keluarga saya yang demokratis sebetulnya tidak ada lagi perjuangan emansipasi yang perlu saya lakoni. Saya mendapatkan akses pendidikan, mendapatkan berbagai pemenuhan kebutuhan pengembangan diri yang alhamdulillah maksimal.
Dulu, dulu saya ingin sekali terus berkarir dan mendapatkan semua prestasi terbaik. Ya, kini semua perempuan dan laki – laki memiliki kebebasan yang sama untuk menjadi CEO, untuk mengenyam pendidikan di luar negeri, anyone can be anything.
Pertanyaanya benarkah emansipasi membebaskan perempuan?
Kebebasan yang dimiliki perempuan kemudian banyak yang semakin menuntut bebas. Bebas yang absolut. Bukan bermaksud nyiyir, bukan bermaksud sok diplomatis. Tapi, semakin kesini semakin banyak peran perempuan yang terdistrosi oleh emansipasi yang dijunjung tinggi. Banyak anak yang kehilangan peran ibunya, banyak perempuan yang ingin mengejar dirinya menjadi perempuan yang kemudian justru menjauhkan dirinya dari perannya sebagai perempuan.
Bukankah setiap batas dibuat hanyalah semata – mata untuk melindungi? Begitupun dengan banyak batas yang dimiliki perempuan. Perempuan juga memiliki kebebasan walaupun dengan ujung ‘tapi’. Karena apalah arti bebas jika menyakiti diri sendiri.
Peran dan Perempuan
Semua mahluk memiliki perannya masing – masing. Semua diciptakan sesuai bobot dan proporsinya. Cacing memiliki peran mengurai tanah, lebah memproduksi madu, bahkan kecoak memiliki peran membuktikan teori bertahan hidup. Dan, perempuan memiliki natur perannya sebagai seorang ibu, istri dan jantung dari sebuah rumah bahkan peradaban.
Peran inilah yang harus dipegang kuat oleh laki – laki maupun perempuan. Peran seorang lelaki sebagai kepala keluarga, sebagai pengayom dan pemimpin. Tuntutan apapun di dunia ini tidak ada yang bisa mengubah natur perempuan. Natur mereka berperan menjadi perempuan yang dalam agama disebutkan 3x dengan laki – laki satu kali. Ibumu, ibumu, ibumu baru ayahmu.
Setara Bukan Berarti Selalu
Pendidikan yang lebih tinggi tentunya harus dimiliki oleh setiap perempuan. Bukankah mereka yang akan mendidik setiap jiwa yang lahir untuk menjadi pemimpin peradaban? Setiap perempuan berpendidikan bukan karena memiliki kebebasan tapi karena menjadi keharusan. Lebih tinggi tidak berarti selalu harus lebih dari laki – laki bukan?
Kita hidup saling melengkapi bukan untuk mendominasi.
Ada satu kutipan yang saya baca dari sebuah buku “wanita Jawa tidak perlu menjadi maskulin untuk mendapatkan kekuasaan, tetapi justru ia harus memanfaatkan kefemininitasnya” dari buku Kuasa Wanita Jawa. sssttt saya mulai setuju ini sebagai wanita jawa 😉 (rahasia ya)
April, 19 2016
Jakarta, 17.35