‘Setiap perubahan itu pasti akan menimbulkan kekacauan betapapun kecilnya’, aku pernah menulis frasa ini sekitar beberapa tahun yang lalu. Kadang kita nggak pernah tahu kapan akan pindah, kenapa harus pindah atau tiba – tiba saja harus berubah dan berpindah.

Stasiun Kereta
Malam ini akhirnya aku harus naik kereta (lagi). Baru sekitar 2 bulan yang lalu aku naik kereta untuk pergi ke suatu Negara asing (ya, asing). Tadi aku duduk sendiri di taksi membawa banyak barang seperti pindahan. Tadi aku memilah mana barang yang aku bawa dan mana yang harus aku tinggalkan. Aku meninggalkan kamar 3 x 3 yang selama ini aku anggap nyaman untuk ke tempat lain selama beberapa waktu. Kemudian aku menunggu kereta, lama aku datang seperti aku sangat bersemangat untuk pergi padahal masih banyak hal yang masih mengekor dibelakang untuk diselesaikan. Aku menunggu di kursi yang disediakan, persis bersisian dengan jalur satu yang ‘biasanya’ kereta menuju ke kota itu ada disitu. Lama aku menunggu, tiap ada kereta yang datang aku risau. Berkali – kali aku menyesuaikan nama kereta di tiket dengan nama kereta yang disebutkan oleh pihak stasiun. Sampai akhirnya kereta itu tiba, dan ternyata aku harus menyebrang karena jalur pindah ke jalur tiga padahal aku mengira akan naik lewat jalur pertama. Ternyata aku salah. Ya, dan aku harus berpindah untuk bisa sampai ke stasiun berikutnya.
Naik Kereta
Setelah aku sampai di ibu kota sahabatku baru saja pulang dari ibu kota. Dalam perjalanan kami sempat bertukar pesan, maklumlah kami sahabat yang saling mengganggu satu sama lain.
N : Aku bingung sampai mana. Gelap
A : Mungkin udah di ujung Negara
N : Fika -__-
A : Beneran, ada daerah namanya Ujung Negara antara pekalongan – Kendal
Gelap, nyatanya ketika gelap memang tidak ada yang bisa membantu kecuali bertanya. Bertanya pada siapa saja,
N : udah gitu, berhenti – berhenti lagi. Padahal bentar lagi kelompok kita meet up.
A : Kan di persimpangan makanya berhenti
Iya, kadang karena terlalu asyik untuk berjalan lurus dan tetiba ada dipersimpangan seharusnya adalah berhenti. Mempersilahkan siapa yang akan jalan atau siapa yang akan berhenti, bukan terus berjalan karena bisa jadi celaka.
N : Lama ~
A : Gak apa – apa lama, asalkan selamat.
Bukankah begitu hakikatnya? Walaupun bagaimana ketika ada yang membantah alon – alon waton kelakon toh memang kita gak pernah tahu bahwa lama itu seperti cara terbaik untuk tetap di jalur yang tepat.
Jakarta
Sebelum aku pergi Yang Maha Memiliki mengirimkan sebuah pesan panjang padaku dengan caraNya. Aku cuma bisa membisu dan kemudian berdamai dengan diri sendiri. Apa aku pindah? Iya, selama tiga bulan lantas kemudian aku kembali dengan caraku untuk selesai.
Jakarta, memandang belantaramu………….
Way cool! Some extremely valid points! I appreciate you penning this write-up and the rest of the site is very good.
I just want to mention I’m newbie to blogs and certainly liked this web page. Almost certainly I’m likely to bookmark your blog . You surely come with outstanding well written articles. Thanks a bunch for sharing your website.