Ilmu komunikasi? Itu pasti terapan kan?
Kalau bicara ilmu komunikasi apa yang akan ada dipikiran kamu? Dalam realita ilmu komunikasi lebih banyak dikenal sebagai jurnalistik. Nggak kaget sih, mengingat pada awalnya nama jurusannya juga ‘publistik’ sebelum akhirnya berubah menjadi ilmu komunikasi. Dewasa ini, ilmu komunikasi makin berkembang nggak cuma ‘menjadi wartawan’, tapi makin berwarna dengan media, public relations sampai periklanan. Sampai disini, ilmu komunikasi basic atau terapan? – mungkin jawaban permukaannya adalah terapan.
Ilmu komunikasi adalah Ilmu
Let me tell you,
Zaman dulu belum ada sains – sains karena awalnya ‘filsafat’. Baru muncul setelah hadir sosok macam Pakdhe Descrates dan Pakdhe Newton, dimana karir dari ilmu pengetahuan terangkat dan lepas dari filosof. Filosof pegang filosofi, matematikawan dan fisikawan pegang sains. Ditengah – tengah itu hadir John Dalton dkk, mereka ke Kimia. Nah, filsafat alam sudah lepas dari filsafat menjadi fisika. Sementara filsafat moral masih kuat di politik dan ekonomi, sampai akhirnya om Adam Smith menulis buku jadilah ilmu Ekonomi berdiri sendiri. Sampai dititik ini basic science yang kita bicarakan, dan hal – hal praktek di luat belum terhubung kan?
Baru setelah revolusi industri maraklah science dalam bidang bisnis yang tengarai oleh James Watt. Setelah itu, temuan – temuan science mendominasi bisnis. Tidak hanya itu, dari sisi ekonomi prinsip om Adam Smith mengenai hak milik begitu lekat dengan revolusi industri, mengembangkan borjuisme yang membawa ke kemakmuran. Jadi, ternyata dalam rangka pengaturan masyarakat pun science economics (tapi waktu itu belum jadi science banget) bisa berguna. Artinya, di tahap ini pun tidak ada dikotomi basic dan terapan. Sepakat ya 🙂
Nah, baru di abad ke-19 berkembang ilmu pengetahuan hingga muncul sosiologi, antropologi, baru deh ilmu komunikasi juga berkembang. Jadi, dari awalnya pun nggak ada basic atau terapan.
Semua lmu memiliki aspek basic (theorerical) dan terapan (applied)
Kalau kuliah di Ilmu Komunikasi UNDIP mungkin paham kalau semester 1 – 3 adalah isinya teori dan barulah mulai dari semester 4 seterusnya ada banyak praktek. Sebetulnya secara bijaksana ilmu komunikasi UNDIP udah membagi ada ‘basic’ ada ‘terapan’. Bahkan di akhir studi, saking bijaksananya Ilmu Komunikasi UNDIP boleh milih mau skripsi atau karya bidang.
Skripsi menurut saya cocok bagi mereka memang yang punya kelebihan di bidang analisis, teoritis yang baik. Nah, makanya kenapa ada kesempatan ‘Karya Bidang’ mengingat memang nggak semua anak komunikasi ini suka sama teori dan hobi analisis tapi jagoan di ranah pratik.
Teori itu gak penting!
Walau kendati demikian kemudian dalam perjalanannya muncul berbagai protes ketika mbak mbak mas mas dosen pas mata kuliah praktek masih rumit dan menitikberatkan pada based on ‘buku’.
A : “Ah dikehidupan nyata itu nggak serumit kayak gitu!”
B : “Hih aku sebel deh sama Mas A Mbak B, mereka itu terlalu teoritis. Padahal kenyataanya nggak serumit itu”
C : “Teori itu nggak kepake di dunia kerja, hoams ah!”
Bukan mau sok – sok bijak sih ya ini. Tapi, please tolong lah kita kan memang sedang dalam proses belajar. Kenapa semua dosen balikin lagi ke teori dan minta sesuatu detail persis dengan teori atau paling nggak sesuai sama buku mereka? Ya, karena kita harus dikasih idealnya dulu. Misal, bagusnya seporsi makan itu ada karbohidrat, protein, vitamin, sayur, dan susu – kalau dalam versi kenyataan ternyata cuma butuh sayur dan buah pun nggak mengapa to? Makanya ada namanya dassolen dan dassein.
Ini bukan urusan di tempat kerja teori itu terpakai atau nggak. Kalau boleh nanya sih, orang – orang yang bilang ‘teori itu gak penting’ udah belajar teori sungguh – sungguh belum sampai udah menilai ‘teori itu nggak kepake di dunia kerja?’. Gimana kamu bisa menilai seseorang kalau kamu cuma liat tangannya doang? nggak pernah liat badan keseluruhanya?
Atau, jangan – jangan selama ini yang anda lakukan udah ada teorinya Cuma anda nggak tau? Hayooo 😀
Teori itu kan memang hasil inquiry berabad – abad, situ nggak percaya? Kalau dalam praktek nggak sama, namanya juga keadaan yang dinamis. Thats reason why, nggak bisa satu kejadian satu teori aja.
Kita belajar untuk mencintai ilmu, bukan mencintai perkerjaan. Mencintai pekerjaan mah ntar pas udah kerja. Hahah emang yakin situ kerja di bidang komunikasi? 😛
Kalau profesor komunikasi University of Minnesota Prof. Ernest Borman bilang, teori itu
“an umbrella term for all careful, systematic, and self-conscious discussion and analysis of communication phenomena.”
Kalau Nggak Suka, Ya Nggak Usah Belajar
Namanya juga ‘ilmu’ sepatutnya mamang belajar ‘basic’ dulu. Ibarat mau bikin rumah, bikin pondasinya dulu. Kalau memang nggak mau belajar teori, nggak mau dikasih tau dosen based on buku komunikasi – Ya, monggo jangan kuliah di komunikasi tapi nanti kerja di ranah orang komunikasi. Mudah kan?
Saya mau nanya, apa anda tega menghilangkan ilmu komunikasi? Padahal ketika kita udah masuk penjurusan komunikasi strategis aja ilmu komunikasi udah nggak lagi murni, udah kemasukan dominasi ilmu ekonomi. Kalau iya, yaudah bubarkan ilmu komunikasi 😛
Praktisi dan Akademisi
Dalam proses belajarnya kiita jadi bisa tahu bakat – bakat alami kita sesungguhnya untuk menjadi ‘apa’ nantinya. Ya, ada yang bilang ‘akademisi’ atau ‘praktisi’ ?
Akademisi dan praktisi, siapapun anda asal mencintai pekerjaan anda dan menjadi diri anda sendiri itu namanya : sama – sama bahagia. Don’t compare one self with others. Yang pasti keduanya harusnya memang saling melengkapi. Sesekali para praktisi kunjungan ke kampus berbagi ilmu dari praktik, atau mahasiswa sering – sering aja praktek (magang) ke tempat praktisi. Bagi para akademisi terus melakukan penelitian, membaca kajian baru dan terbuka pada saran serta perubahan. Toh praktisi dan akademisi itu saling melengkapi satu sama lain. Kita jalan sama – sama mengembangkan ilmu komunikasi.
Karena kita harus menjadikan ilmu komunikasi terus berkembang, atau lama – lama nggak usah ada jurusan ilmu komunikasi? Hahahha.
Tentang Persaingan Sempurna Dunia Kerja Lulusan Ilmu Komunikasi
Sedih ya kalau kita ada di jurusan yang di dunia kerja bisa dimasukin sama semua orang. Orang tehnik bisa jadi news anchor, orang ekonomi bisa jadi jurnalis, orang tehnik bisa jadi public relations, anak manajemen bisa jadi account executive dll. Tapi, bagi lulusan ilmu komunikasi menurut saya nggak perlu khawatir apalagi sedih.
Karena, meskipun kita mendapatkan pekerjaan yang sama – pasti bakalan beda. Why? Karena selama kuliah itu kita sudah dikonstruksi berbeda dengan mereka. Pengkonstruksian itu dari awal kuliah sampai lulus, lama kan? Jadi mainset kita udah anak komunikasi bangetlah. Hehehe. Istilahnya field of experience dan frame of reference-nya udah beda. Pekerjaan rumah kita adalah, menunjukkan dan jadilah lebih baik daripada yang nggak kuliah ilmu komunikasi tapi kerja di ranah orang komunikasi
Ilmu adalah Ilmu, karena belajar memang proses mencintai ilmu
Rumah, 141019 – 9.42 a.m
Inspirasi :
‘membaca’ dan diskusi sama profesor
Big thanks for someone yang udah debat panjang soal iniJika ada pihak – pihak yang nggak setuju, ini adalah opini kita bisa diskusi kok 😉