Di ruang tak bersekat ini aku menjamumu. Di ruang dimana kesibukan masing – masing saling terlihat, meskipun aku tau kamu tidaklah hadir dalam ruangku. Aku tidak pernah berani untuk sekedar mengetuk ruanganmu. Bukan! bukannya tak berani mengetuk! Melainkan ruang itu memang tidak pernah kau sambangi. Kau terlalu sibuk.
Sejak pertama aku bertemu denganmu, aku tau kamu bukan manusia biasa. Kamu istimewa. Membayangkanmu bersayap itu lebih indah sepertinya, karena aku jadi sadar kamu manusia hibrida yang terbang mengambang diatas sana menikmati riuh awan dan angin tanpa tahu soal aku.
“Selamat ulang tahun Kak, semoga bahagia selamanya,” kataku pada seseorang dalam suatu ruang yang memang hanya mempertemukan kami berdua. Iya, aku dan kekasihmu. Kami berjumpa.
“Terimakasih sayang,” balasnya sembari tersenyum. Aku juga membalas senyumnya dengan tawa yang lebih meriah.
“Sepertinya ada banyak kejutan istimewa hari ini,” pancingku pada kekasihmu. Aku tau dari apa yang ia bawa ke ruangan ini.
“Iya, pagi – pagi tadi dia sudah membuatkan sarapan,” cerita kekasihmu antusias. Aku pun tertarik, karena aku membayangkan bahwa kamu juga melakukannya untukku. Hingga aku benar – benar mampu membuat kekasihmu bercerita tentang apa yang kalian lakukan seharian. Aku tersenyum takzim. Kamu memang sempurna, kamu mampu memberikan kesempurnaan dalam kehidupan orang lain.
Akhir bulan ini kamu pergi, aku mengetahuinya dari salah satu surat kabar. Dalam usia semuda itu kau sudah melalang benua dan terus mengokohkan sayapmu. sekali lagi aku terkesima. Di salah satu ruang aku membaca kesedihan dari kekasihmu. Kalian pasangan baru, kuncup kuncup baru mewangi.
“Ditinggal berapa lama?” tanyaku disalah satu ruang. Kekasihmu kemudian bercerita segala gundah yang ia rasa. Ia akan merindukanmu. Aku tahu, aku selalu sukses memancingnya bercerita. Karena, dia sangat mencintaimu dan bangga padamu makanya semudah itu semua akan meluber. Sekalipun pada seseorang yang ia kenal lama namun malah jarang menyapa dan setelah kalian berkasih justru sering bertegur sapa. Yang jelas, sebetulnya itu karena kamu.
****
Pagi ini di ruang ruang yang hening. Hanya bunyi terdengar coretan dan goresan.
“Siapa profile untuk kolom kita bulan ini?”, tanya salah satu redaktur yang datang hari ini. Rapat.
“Keynote speaker acara launching saja,” celetuk salah satu diantara kalian. Sebagai pemimpin rapat siang, aku harus mendengarkan saksama diskusi.
“Jangan, bagaimana jika vice president saja?” sergah salah satu diantara kalian. Hatiku berdesir, yang kalian maksud adalah kamu.
“Bagaimana mbak?” tanyanya mencari dukungan.
Hening…
“Boleh,” jawabku singkat.
“Mbak yang hubungin ya,” lanjut kalian lagi. Aku tertegun. Padahal sudah ku bilang semua ruangannya terkunci, bagaimana aku bisa berbicara dengan kamu?
“Tanya pada pak Presiden aja Mbak,” balas salah seorang lagi seperti berhubungan dengan pertanyaanku dalam hati tadi.
“Menurutku dia profile yang kuat, lagi pula memang harusnya dia kan?” tambah kalian lagi. Aku pun menghela nafas mencoba mendatangi semua ruangmu.
...
Sudah berkali aku bertandang, tapi aku tak pernah mengetuk. Kamu tidak ada di ruang – ruang itu. Aku putuskan ke ruang pribadimu, dimana disana pasti ada kamu. Hari pertama aku kirimkan pesan berharap kamu membalasnya. Tapi, nihil. Hari kedua, tidak ada balasan, ketiga sampai hari ketujuh sama saja. Tak ada balasan. Akhirnya aku putuskan untuk bertanya pada kekasihmu, dia berkata coba di telephon langsung. Sedetik itu juga aku terperanjat, demi apakah aku akan berhubungan langsung dan saling bertukar makna secara langsung? Tanpa ruang apapun?
“Dia memang nggak pernah memakai sosial mediannya,” imbuh kekasihmu lagi. Aku hanya tersenyum. Tidak perlu diberi tahu, aku sudah tahu sejak awal. Ruang – ruang itu memang tidak pernah kamu sambangi. Kamu memakainya disaat kamu di Negara antah berantah sana dimana hanya mampu mengandalkan jaringan satelit. Jadi, mau aku bergerilya dengan memelototi sekalipun dalam semua akunmu itu sama saja aku bertemu kekasihmu di ruang itu juga. Karena, yang ada hanyalah kekasihmu yang menautkan akunmu.
Kamu dan aku, kita memang tidak pernah berkenalan meski pernah bertemu. Aku tahu kamu, kamu tidak tahu aku. Kamu hanya tahu bahwa namaku pernah kamu baca sebagai salah seorang patner. Hanya nama. Berkenalan secara langsung tak pernah sekalipun.
Tapi, keadaaan ini sudah lebih cukup untukku. Aneh bukan. Aku menyukaimu, mengagumi dan memperhatikanmu lewat kekasihmu. Kekasihmu tiada enggan juga membagi kebahagiaannya padaku dengan bercerita tentangmu. Aku tahu sampai kapanpun ceritanya akan seperti ini. Oleh karena itu aku bahagia. Mencintamu melalui dia, kekasihmu. Ini kagum atau cinta aku juga tidak mengerti. Yang pasti aku bahagia.
Aku lagi – lagi berbincang dengan kekasihmu di ruang bernama messenger ini, sekaligus meminta izin padanya.
Selanjutnya yang terjadi petang ini kita tersambung dalam satu saluran. Akhirnya aku mendengar suaramu. Akhirnya kita bertanya dan menjawab. Meskipun setelah itu aku yakin pasti, kamu melupakanku. ~ (Arfika)
Tertuang dalam kata, 10 Juli 2012
Hasil dari inkubasi 🙂
ternyata ruang maya ya? well aku kejebak, di awal udah terlanjur ngebayangin ruang kantor yang banyak. padahal udah di bilang ga bersekat.
emang sih aku 2x baca baru nyangkut sama cerita nya 🙂
tapi bagus kok
Iyap! betul sekali ruang maya, emang sengaja dibikin biar bingung 😛