#Djakarta 2 (ingat) Dalil Mas TL

Jauh sebelum akhirnya memutuskan untuk magang di Jakarta, selalu ada perbincangan yang kadang nggak sampai tahu bahwa itu bukan chit chat semata. Dulu sewaktu masih harus mengikuti berbagai mata kuliah Mas TL (dosen saya) sering menyelipkan joke seputar kehidupan mahasiswa, nggak jarang juga soal prinsipil hidup. Dulu Mas TL bilang kalau di Jakarta dan Semarang itu emang beda, kalau di Semarang ‘alon – alon waton kelakon’ pasti bakal terjadi, Jakarta? Beliau bilang di Jakarta itu budayanya membuat kita untuk bersaing. “Di Semarang kamu sambil ngantuk – ngantuk masih bisa dapat angkot, dipanggil – panggil lagi. Lha kalau Jakarta?” ujar Mas TL kala itu.

Jakarta dan pikuk macetnya. Nggak ada yang salah dari Jakarta sih, karena memang semua ada disini. Ibaratnya ya Jakarta itu gula, wajar kalau banyak semut yang mau menyesap manisnya walau nggak semua kebagian manisnya sih (hehehhe).

Jakarta membuatku bangun lebih pagi demi asumsi bahwa besok nggak boleh telat. Dan, nyatanya memang sih, padahal konon Cuma 7km dari rumah lhooo tapi aku butuh 1,5 jam naik angkot untuk on time.

Jakarta membuat aku menunggu kopaja P20 lebih jeli di depan gang, karena disini banyak banget kopaja dengan berbagai angka. Ternyata menunggu kopaja P20 ini sungguh nggak cepat lantas dapat, waiting for 45 minutes.

Jakarta membuat aku kembali berjalan kaki kaya di Jepang. Iya, soalnya turun dari kopaja nggak di depan kantor, aku mesti jalan kaki 1km untuk bisa nyampe kantor. Begitu pun dengan pulang, aku harus jalan lagi 1km ke halte.

Finally hari pertama ku selesaikan. Sukses menurutku, karena aku berhasil ke kantor nggak nyasar dan pulang pun tidak salah halte. Masih ada 89 hari yang lain, masih ada 4 hari kerja lagi. Semangat Magangers 😀